Di Bawah Tudung Saji




dia sangat mencintai suaminya
suaminya sangat suka di garukkin punggungnya menjelang tidur lalu di kipasi,
harusnya dialah yang kegerahan dengan perutnya yang membuncit calon bayi nya memasuki usia 8 bulan, dia kepayahan, setelah suaminya lelap dia memilih tidur di lantai, dinginnya lantai memberikan kenyamanan tanpa bantuan orang lain hingga subuh datang dia lelap di lantai dan suaminya juga lelap di kasur empuk.
dia akan meninggalkan segala kesibukkannya di dapur, Dia tahu jam berapa suaminya terbangun di pagi hari dan dia akan selalu ada saat suaminya pertama membuka mata, lalu menyapa
" Assalamualaikum, pagi..."
dia siapkan semua keperluan suaminya ke kantor, berebut dengan sarapan si kecil yang ribut juga dengan sekolah TKnya, jika dia begitu sibuknya dan tidak begitu yakin sepatu suaminya cukup mengkilat, maka dia akan meniup niup sepatunya itu dengan nafasnya seperti saat membersihkan kaca lalu Dia gosokkan ke gaunnya yang warnanya sudah tidak jelas lagi karena terlalu sering jemur pake, dan dia selalu mendapat komentar yang sama setiap kali memasangkan kaus kaki suaminya
"hati hati dari ujung ke ujung jangan ada yang melipat , ga nyaman di pake jalan " lalu dia akan punya doa yang sama dari hari ke hari .
"wahai kaki, tolong jaga suamiku, berhati hatilah kau membawanya, dan ingat bawa pulang lagi suamiku tanpa kurang satu pun ya "
"Amin " suaminya menimpali
dia antar suaminya hingga teras rumah dan mencium tangannya, lalu tenggelam kembali di dapur dan berkutat dengan si kecil yang mulai cerewet.
dia memilih rumah, dia juga memilih menemani anak anaknya, meski kesempatan untuk mengaktualisasi dirinya juga bukan tidak ada,dia tidak tergiur memiliki uang hasil keringatanya sendiri, dia bilang biarlah kebanggaan menafkahi menjadi hak mutlak suaminya, agar tak punya kekuatan saat melawan suaminya, dia juga tidak begitu suka menabung uang dan menyimpan perhiasan dia bilang agar di saat kecewa mendera dia tak bisa pergi meninggalkan suaminya karena tak punya bekal, dia tidak pernah tahu jumlah gaji suaminya berapa, di awal bulan dia menerima saja berapapun yang di berikan suaminya . dia tidak akan menanyakan jumlahnya berapa untuk bulan ini, dia pun tidak pernah cemas dan khawatir apakah cukup untuk sebulan atau tidak,Dia bilang yang memberikan rejeki sejatinya adalah Alloh SWT semata , suaminya hanyalah perantara adanya, dia yakin suaminya pasti ingin memberinya lebih banyak dari yang di berikannya setiap bulan,dia juga akan bilang tempat meminta saat kekurangan hanyalah Alloh swt, biarl;ah yang maha kaya yang mencukupi. begitu katanya tanpa beban.
dan di saat kekurangan menyerang tanpa terelakkan, dia di dera kebingungan yang sangat jam pulang kantor suaminya sebentar lagi tiba dan dia tidak punya sesuatupun untuk di masak meski hanya sebungkus mi instan tak ada lagi yang tersisa, dia termenung tudung saji di meja makannya terbuka lebar, dia khawatir membayangkan perut suaminya yang pasti kosong dan lapar, lelah seharian bekerja, meski perutnya sendiri sejak siang hanya terisi air putih. dan akhirnya suaminya pulang juga, di cium tangannya, di lepaskan sepatu dan kaos kaki yang tadi pagi di pasangkannya, di bantu nya suaminya melepas bajunya dan di ganti dengan kaos rumah, lalu di temani sebagai mana biasanya ke tempat meja makan, dia duduk di meja makan menunggu suaminya membuka tudung saji dengan dada berdebar, dengan tangan kanan suaminya membuka juga tudung saji dengan dahi berkerut suaminya mengangkat secarik kertas dari piring
"maaf hari ini tak ada yang bisa ku sajikan untukmu sayang... hanya sebentuk hati penuh cinta milikku yang selalu tersaji untukmu tanpa terkurang sedikitpun "
dan suaminya menoleh lalu menatapnya dengan haru
"aku yang minta maaf sayang... membuatmu kekurangan selama ini"
dan satu pelukan hangat dan ciuman mesra ,engakhiri satu hari yang berat itu.
Terima kasih cinta.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permen Papa

Muhammad Ziyadhatul Khoiry, Permataku

Satu moment di satu hari