Gadis Kecil Dalam Kenangan

Aku melihatnya di antara bayangan,
Memantul di jendela kaca seusai hujan, memakai gaun berwarna merah dengan bunga bunga di ujung gaunnya  menggantung di atas paha putihnya yang kecil, rambut merahnya di kepang ekor kuda,bergoyang lucu di atas tengkuknya saat dia berlari ,bibir mungilnya merah, pipi montoknya dengan sebentuk lesung pipit kecil  juga bersemu merah, dia berlari menuju pintu sesaat teriakkan teman temannya di halaman memanggil namanya mengajaknya main.

"Ibu aku main..."
Tak sempat Ibunya menjawab, si kecil sudah menghilang di balik pintu, sudah lupa dia baru beberapa menit yang lalu dia pulang main dengan mata penuh  air mata, baginya teriakan temannya di halaman mengajaknya main sudah merupakan pelipur hatinya melupakan tragedi yang selalu terulang.dan merupakan permintaan maaf teman temannya tanpa kata.
Ibunya hanya bisa menggelengkan kepalanya tak sempat menahan, berharap dia pulang nanti dengan tawa.

Dan, di sinilah Si Gadis kecil itu berada bersama lima anak perempuan sebayanya sedang bermain lompat tali, dia memegang tali mengayunnya dengan semangat,  bibir mungilnya  tersenyum sangat manis tiba tiba
 gedebuk.... salah satu gadis kecil yang sedang melompat di dalam tali jatuh terjerat
"Aduuhh..."
Dengan sorot mata marah si gadis kecil yang terjatuh itu menghampiri si gadis kecil berbaju merah "Mengayun talinya yang beneerrr..!!."
Dengan gemes di cubitnya pipi putih itu. Si gadis kecil berbaju merah meringis menahan sakit, dia tidak mengerti kenapa dia yang di salahkan padahal dia sudah  merasa mengayunnya dengan benar, meski begitu dia tak berani protes dia tahu tak ada yang membelanya.
.Dengan menahan sakit sebelah tangannya memegang pipinya sebelah tangannya yang lain mengayun tali, semangatnya hilang sudah, senyum manisnya sirna berganti dengan rasa takut, takut salah yang tidak di mengertinya , takut di cubit pipinya lagi, sakitnya sampai ke hati melukainya lagi dan lagi, andai saja dia boleh menawar jangan cubit di pipi, sebab pipinya montok maka daging yang terjawil cukup tebal sanggup membuatnya meringis lama.

Kedua orang tuanya memanggil sayang namanya Atih, usianya kurang lebih 4 tahun , dengan kulit putih  dan rambutnya yang kemerahan warisan ayahnya yang dari Manado, membuat Atih jadi yang paling cantik di antara teman sebayanya di sebuah desa kecil di perbatasan Jawa Barat dan Jawa tengah, namun kecantikannya itu tak membuatnya beruntung di sayangi temannya , malah sebaliknya membuat temannya senang mengolok ngolok dan memojokkannya, sebenarnya Atih bukan gadis kecil yang cengeng, dia tahan di olok olok atau pun di jahili asal tetap di ajak main , tetapi jika sudah di cubit di pipi, itu menyakitinya maka dia akan pulang menyerah sepanjang jalan ke rumah dia akan menangis memanggil Ibunya.

Tidak mudah bagi Atih si gadis kecil berbaju merah itu berada dalam lingkungan di mana hampir semua teman sepermainanya  mempunyai kakak ataupun adik lebih dari satu , ya rata rata satu keluarga di karuniai anak lebih dari 5 orang dengan jarak yang cukup dekat antara 2 atau 3 tahun, jadi jika atih berumur 4 tahun maka teman sebayanya mempunyai dua kakak yang berumur sekitar 7 atau pun 9 tahun lebih, cukup kuat untuk  gadis kecil usia 4 tahun sebagai tameng jika atih ingin melawan, apalagi jika temannya itu bungsu maka kakaknya akan bertambah banyak dan besar, sedangkan Atih terlahir tunggal , jadilah dia seperti anak ayam kehilangan induknya di medan tempatnya bermain, terbuka tanpa ada yang membelanya.
 Atihlah yang akan menjadi kambing hitam jika permainan itu gagal, dia yang kebagian jaga lebih lama dari kesempatan dia main. tak jarang tiba giliran dia main dia di lewat tanpa satu alasan pun.

 Satu-satunya naluri membela dirinya, adalah dengan membawa beberapa makanan dari rumah, dia bagikan ke temannya tanpa dia sendiri kebagian asal dia di ajak main, ya benar dia di ajak main selama makanan itu ada di tangannya, akan kembali lagi ke semula saat makanan Atih habis.kembali menjadi yang terintimidasi.

Hingga menginjak usia sekolah Atih masih berada di dalam lingkarann itu, lingkaran yang menekan hatinya tapi tak mampu di hindarinya sebab dia tak tahu bagaimana caranya, sekalipun  dia sudah berusaha menjadi Gadis baik hati seperti nasehat Ibunya tiap kali dia mengadu, jangan dendam, jangan marah nanti malah tidak punya teman, begitu nasehat Ibunya selalu, ingin sebenarnya Atih protes bahwa dia sudah baik tidak benci temannya tapi temannya tetap jahat kepadanya, tapi dia kembali tak bisa menyampaikan isi hatinya kepada Ibunya, otak anak anaknya tidak sanggup menjabarkanya dengan tepat.

 Di rumah dia sangat di kasihi, segala rasa sedih dan marahnya di tumpahlkan di rumah, Ayah dan Ibunya sangat memanjakannya. maklum dia Anak tunggal segala perhatian Ayah Ibunya tumpah padanya .
Di sekolah  teman temannya tak ada yang membuatnya nyaman , dia sering menangis di bangkunya karena di ledek teman temannya sebagai anak Jepang karena rambutnya yang merah, dia bukan orang sunda , tapi anak Orang Jepang sang penjajah, yang di buang dari kapal terbang , begitu teman lelakinya meledeknya.

Ibunya menghibur Gadis kecil yang sangat di sayanginya itu  dengan dongeng  bahwa bidadari di surga juga rambutnya berwarna emas kemerahan seperti rambutnya, sambil tertidur di pangkuan Ibunya yang mengusap usap sayang rambut nya Atih bisa melupakan kesedihanya meski di ujung matanya masih menggantung bercak bening sisa tangisnya dan dongeng itulah selalu mampu mereda tangis sedih atih.tiap kali  dia pulang sekolah dengan mata sembab.

Satu malam bulan purnama penuh, untuk anak anak desa di tahun 70 an , ini adalah waktu main malam hari yang sangat menyenangkan  di bawah cahaya bulan yang terang benderang, anak anak kecil berlarian dengan tawa riang, berbagai permainan tergelar di pelataran rumah luas tak berpagar, ada permainan menginjak bayangan, petak umpet, pecle, gatrik, simar, semua begitu ceria dengan permainannya masing2, para Orang tua sebagian duduk duduk di teras sambil memperhatikan keceriaan anak anaknya, begitu pun malam itu, Atih dan teman temannya bermain drama dramaan, dengan judul Cinderella, film yang sedang populer di masa itu di mainkan Ira Maya Sopha

Dan mereka di haruskan ganti baju sebelum drama itu, satu persatu teman Atih ganti baju di dalam kurung kain yang di pegangi teman nya bergantian , tiba giliran Atih ganti baju, kurung kain itu di lepas dan teman nya lari sambil tertawa, terbukalah aurat Atih yang sedang jongkok tanpa busana ,hanya memakai celana dalam , meski masih anak anak , hati Atih sangat terluka , di pungutinya bajunya satu satu dengan air mata berlinang dia malu terlebih hatinya luka entah sedalam apa dia tak pernah tahu.
.Atijh tak ikut main drama dramaan hanya duduk di teras dengan mata nanar hingga Ibunya menjemputnya pulang karena malam terlalu larut untuk anak sekecil Atih waktu itu.

 Moment itu menjadi sebuah ingatan panjang yang tak terhapus menimbulkan luka hati yang sangat dalam bagi Si Gadis kecil itu, padahal sebenarnya dia sangat menyukai permainan itu terbukti di antara semua teman sepermainanya hanya Atih yang terpilih sebagai pemeran utama di sebuah drama beneran yang di sutradai Guru ngajinya,di kemudian hari. dan dramanya itu sempat menjadi sebuah hiburan yang sangat di minati penduduk di seluruh desanya tak jarang Atih dan grup asuhan Ustadnya mendapat undangan tampil di tempat hajatan, usia Atih sudah sekitar 8 tahun saat itu.

 Dan di grup itulah pertama kalinya Atih merasakan sebuah penerimaan yang membuatnya nyaman dan, di hargai,tak lagi merasa terintimidasi, menjadi bahan olokan, dengan prestasinya itu dia mendapat teman baru, sayang tidak lama sebab kemudian sahabat barunya itu sekeluarga pindah ke Jakarta, dan Atih sangat terpukul sampai tak mau sekolah lagi.

Ibunya kewalahan , sudah di bujukknya berulang ulang tapi Atih tetap tidak mau kembali ke sekolah karena tak ada sahabat kecilnya di sana, sampai sampai dia minta Ibunya pindah ke Jakarta mencari sahabatnya.

Ibunya lalu memindahkan Atih ke sekolah baru, kebetulan teman teman nya di sana cukup baik dan menghormatinya, klas 5 dia waktu itu, di semester pertama Atih langsung mendudukli rangking 1, padahal sebelumnya Atih tak pernah secemerlang itu, ternyata intimidasi dari perlakuan teman teman sepermainnanya begitu kuat menekan jiwanya sehingga membuat Atih tak mampu berprestasi.padahal sejatinya dia mampu, begitu lama dia kehilangan waktu yang seharusnya bisa ternikmati dan mampu menyediakan ruang baginya untuk menunjukkan bakatnya.

Aku melihat bayangan Gadis kecil berbaju merah dengan mata sembab itu kembali, mendekatiku, menyentuhkan tanganya pada tanganku yang menempel di kaca yang berembun karena hujan belum jua usai, dini hari menjelang, bayangan itu merapat masuk dan menghilang di ujung jariku.

 Waktu telah lama berlalu, berganti ulang dengan ribuan moment.
Tak lagi bergaun merah di atas paha, tak lagi berkepang ekor kuda namun aura sedih nya belum juga pudar, Dejapukah hidupku ini...?
Kenapa setiap moment selalu dalam pola yang sama...?
Di persalahkan tanpa tahu mengapa, di hakimi tanpa sempat beralibi
Memberi semua yang ku punya bahkan tak sempat ku nikmati namun tetap saja menjadi yang terabaikan.


ya
Gadis kecil bergaun merah itu
Bersembunyi terkurung sedih dalam jiwaku.


by ; camar putih
      dini hari 10 maret 2012













Komentar

  1. mas Aku Tilarso... terima kasih banyak telah berkunjung, terima kasih juga komentnya, selamat berteman..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permen Papa

Diary Untuk Nadya

Satu moment di satu hari