Ketika Nur menangis







Pagiku agak terburu buru, semalam sampai larut menyelesaikan administrasi harian Sekolah, kunjungan penilaian untuk Akreditasi Sekolah cukup menyita waktu dan energiku juga untuk Guru Guru yang lain.


Sampai di Sekolah masih ada beberapa laporan yang harus segera di bereskan, Anak anak mengerubutiku meminta di temani membaca Iqro kegiatan rutin tiap pagi sebelum jam pelajaran di mulai. Dan Aku kewalahan juga.

"Ayo sayang .. baca Iqronya sama Bu Itit ya..."
Beberapa kemudian kembali ke kelas, Dika masih mengintip di pintu enggan beranjak, dahinya berkerut
."Ibu selesaikan laporan dulu ya, Dika baca Iqronya sama Bu Itit ya.."
Aku membujuk dengan senyum, dan Dika pun beringsut masuk kelas di wajahnya tak ada senyum.
Belum juga ku mulai laporan harian yang harus segera ku selesaikan itu , Tiba tiba ada tamu, sepertinya Orang Tua murid namun Aku lupa Ibunya siapa ya.?pikirku sambil berdiri menyambutnya.
"Assalamu'alaikum.."
"Wa'alaikum salam .. mari masuk Ibu.."
Aku mempersilahkan Beliau masuk dan menemani Beliau duduk di ruang tamu sebab ga ada yang lain selain aku di ruang kantor.
 "Saya Ibunya Nur Bu..."
 Beliau memperkenalkan diri sebelum Aku bertanya. Aku jadi teringat Beliau bulan lalu Kami menengok Nur ke rumahnya saat Nur lebih dari 4 hari tidak masuk Sekolah, agak pangling Beliau berkerudung sekarang .

"Oh iya Ibu... kenapa ..? ada yang bisa saya bantu..? atau mau ketemu Ibu Kepala ..?
Segera Ku tanya sebab ada mendung di wajahnya, sepertinya ada yang tak beres
."Tidak apa apa sama Ibu juga.."
"Iya bu, Ibu kepala sedang repot.." Aku sedikit menjelaskan mohon di maklumi.
Ku robah posisi dudukku menghadapnya siap mendengar.
"Ini Bu.. Nur tak mau sekolah.."
Beliau memulai dengan agak tersendat,
 "Oh kenapa katanya Bu..? apa Nur sakit..? "
Selintas wajah mungil Nur terbayang di benakku
" Tidak bu.. hanya Nur tidak mau sekolah, karena di ejek Imel terus menerus begitu katanya"
 "Oh... Imel..?" Aku sedikit terkejut teman sebangku Nur yang ku tahu sering main bersamanya
."Iya Bu...Saya sudah membujuknya, tapi Nur nya malah menangis, tetap tidak mau berangkat ke Sekolah, padahal mau di temani di Sekolah asal mau berangkat "
"Imel mengejek bagaimana Bu.?."
Ada perasaan bersalah sebab Aku luput dari hal ini.
 "Nur di bilang jelek dan hitam tidak seperti Imel putih, maklum Anak Anak Bu, jadi Nurnya nangis , karena di ejeknya berulang ulang terus Bu.. "
Nada Suara Ibunya Nur agak meninggi, sebagai Ibunya jelas merasa ikut sakit hati dan sedih Anaknya di ejek begitu rupa.Aku memahaminya.

Ku sentuh tangan Ibunya Nur dan ku genggam dengan lembut.
"Ibu katakan apa sama Nur..?"
"Saya bilang saya akan melaporkan Imel sama Ibu Guru di Sekolah agar di tegur jangan mengejek orang lain seperti itu, kalau tetap tidak berubah Saya akan mendatangi Ibunya agar Anaknya di bilangin, Saya tidak tega Anak saya di begitukan Bu.."
Tumpah sudah kemarahan tertahan Ibunya Nur.
"Iya Ibu saya mengerti.." 

Aku tersenyum sabar mengimbangi amarah Tamuku.
Terbayang lagi dua wajah mungil Anak anakku, satu putih penuh senyum dengan gigi ompong depannya milik Imel, satu lagi memang agak hitam dengan gigi putih dan rapi milik Nur.
Dua duanya tetap Anak Anakku tak ada satu dari keduanya yang lebih ku bela.hanya Ibu di depanku ini membutuhkan pegangan yang harus ku beri untuk menentramkan kegelisahannya.



Ke geser dudukku lebih menghadap ke Ibunya Nur
"Ibu...Nur memang tidak putih bukan...?" Aku tersenyum lembut.
Tapi tidak Ibunya Nur, nampak jelas keterkejutannya mendengar jawabanku, mungkin bukan kata kata itu yang Beliau harapkan, Aku paham itu
" iya sih Bu..anak saya tidak putih, katakan saja hitam tapi tidak untuk di ejek ejek Bu.."
Nada tidak suka tertangkap jelas, dan aku benar benar tersenyum lebar. 
"Ibu... tahu tidak ..? kemarahan Ibu ini yang menyebabkan Nur tidak mau masuk Sekolah meski sudah Ibu bujuk"
"Maksud Ibu..?."
Masih dengan senyum Aku mencoba menurunkan kemarahan Tamuku ini
"Ibu...Nur memang agak hitam, jadi sesungguhnya Imel tidak salah dengan kata katanya , Maaf bukan pula berarti Imel benar dengan sikapnya, nanti akan saya coba mengajak Imel bicara untuk memperbaikki sikapnya karena telah membuat temannya sedih."
Ku lihat Ibunya Nur menunduk , Aku tahu Beliau belum paham ke mana arahku bicara.
"Begini Bu...memang Nur tidak putih dan agak hitam, dan itu benar adanya, mari kita sampaikan kebenaran itu pada Nur, itu kenyataan, jadi jangan mencoba membelokkan atau memanipulasi, dengan memarahi pihak lain katakan saja Imel lalu membenarkan kesedihan Nur itu malah membantu Nur tidak bisa mengatasi kenyataan yang sesungguhnya.."Ibunya Nur terdiam "Sederhana nya begini bu...jika Nur menangis di ejek temannya karena kulitnya yang hitam, katakan sama Nur, agar dengan berani membalas ejekan temannya dengan kata kata misalnya begini, memang iya aku hitam .. mau apa ..?? tapi aku juara 1 gerak dan lagu ..1"
Nur memang masuk di grup yang mengikuti lomba Gerak dan Lagu bahkan menjadi Juara 1.
 Ibunya Nur menatapku seperti terkejut, ada harapan yang bersinar di mata Beliau.
 Dan Aku melanjutkan.
"Atau begini... memang iya aku hitam tapi gigiku rapi ga ompong..atau lain kali begini .. iya memang aku hitam tapi Aku sudah Iqro 3 misalnya.."

Aku menarik nafas, mempersilahkan tamuku memahami apa yang ku sampaikan perlahan lahan, ku lihat Beliau berusaha mencerna kata kataku dan Aku mendapat peluang.


"Ibu.. mari kita biasakan pada Anak Anak kita agar tidak minder dengan kelemahan jika itu merupakan kelemahan, tak apa jika itu ada , kita terima dengan sikap ikhlas, tetapi mari kita juga fokuskan Anak Anak kita pada kelebihan kelebihan mereka atau prestasi prestasi mereka, Ibu pasti tahu dan apa saja kelebihan itu, meskipun itu hal hal yang kecil mari kita hargai dan kita besarkan, agar anak anak juga menyadari bahwa dia cukup hebat untuk di banggakan, Kita , Orang tua adalah pendukung utama Dia..."
Ibunya Nur tampak berkaca kaca.
"Saya tidak terpikir begitu bu... jujur Saya malah marah pada Imel "
"Dengan selalu berpikir pada kelebihan dan prestasi Anak kita, misalnya Nur rajin Shalat, Rajin mengaji, mandiri dalam mengurus dirinya misalnya sudah mampu mandi dan makan sendiri, itu sudah merupakan prestasi juga Bu, mari kita beri dia semangat dan mengabaikan kelemahannya"
"Saya baru sadar Bu.. Maaf tadi terus terang datang ke sini pun Saya agak emosi "
Aku tersenyum.
"Tak apa Ibu.. Kita saling mengingatkan , Kami juga dari Sekolah mohon maaf karena lalai memperhatikan Anak Anak, sampai kejadian ini luput dari perhatian Kami."
"Anak sekarang begitu ya Bu cara mengatasinya, Saya jadi merasa bodoh sekali .." 
Ibunya Nur tersenyum dengan perasaan yang membuatnya geleng geleng kepala
"Tidak juga Ibu.. itu hanya sedikit saran saja .. sebab jika Nur berani mengatakan prestasi prestasi yang dia raih, Orang lain atau Teman Temannya yang lain tidak bisa membantahnya, dan bagi Anak anak akan menjadi ajang meraih prestasi yang positip menjadi daya saing yang bagus Bu...Insya Alloh "
 Kembali ku sentuh tangan  Ibunya Nur yang kini sudah nampak lega.
Dan Beliau tersenyum kecil menyusut bercak di matanya.
"Ibuuuu.... hayooo Dika mau baca sama Ibu "
 Dika mengintip sambil merengek di balik pintu
." Iya sayang boleh, Dika baca sama Ibu tapi sebenatar ya Ibu ada Tamu "
 Ku ulurkan tangan meraih Dika , dengan segera dia berlari mendekatiku
."Oh iya bu , maaf Saya mengganggu, Saya sudah selesai , makasih banyak Bu nasehatnya saya benar benar lega tidak ada kemarahan lagi " 
Ibunya Nur segera berdiri, melihat beberapa Anak ikut mendekat padaku.
"Iya ibu sama sama, salam buat Nur, bilang Kami menunggunya di Sekolah mau Lomba OutBond jadi Nur harus Sekolah biar bisa ikutan lagi.."
Aku mengantar Tamuku sampai pintu dan bersalaman
."Akan saya sampaikan bu... terima kasih "
"Oh ya Bu... karena Nur tidak putih kalau bisa bedaknya jangan celemotan kalau pagi ya... Nur sudah manis ko tanpa bedak banyak banyak juga "
Aku sedikit menggoda Beliau 
" Aduuhhhh...Ibu saya jadi malu .. iya iya akan Saya perhatikan Bu .."
Beliau tertawa dengan menutup mulutnya. tak ada emosi sedikit pun di sana, aku benar benar lega.
Jadi Aku tak akan lagi membersihkan wajah mungil Nur yang selalu datang dengan bedak bayi yang belepotan

Dan tak sempat mengantar Tamuku sampai gerbang, tangan ku sudah di tarik Dika dan Teman Temannya
Ku cari Imel dengan mataku di sela menemani Dika baca Iqro, dan Imel ada di sana di bangkunya asyik dengan mainan yang sepertinya baru di belinya.senyumnya tetap manis, dengan gigi ompongnya.tak ada
sedikitpun gurat cemas di wajah polosnya itu, tak tahu dia gara gara nya temannya pagi ini ga mau masuk sekolah.
  Pekerjaan tambahan di waktu istirahat nanti pikirku.


Kanak Kanak yang luar biasa
Masa indah yang tak akan terulang
Setiap momentnya tertulis tanpa bisa terhapus
tertoreh di jiwa yang putih
menjadi pola dasar yang terekam kuat hingga ribuan bahkan jutaan hari berbilang ke depan
Aku
Tanpa bisa terelakkan
Hari ini, ikut menjadi bagian di pola itu.
Semoga menjadi bagian dari pola yang indah buat mereka kelak.


Anakku
Kau lah anak panah itu
Melesat ke masa depan
Masa di mana tak ku tahu akan seperti apa
Namun doaku akan selalu besertamu
Sampai di titik tertinggi di cita anganmu

Robbi Habli Min ladunka Dzuriyatan Thoyibban...

Amin.


by ; camar putih
rabu, 21312

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permen Papa

Muhammad Ziyadhatul Khoiry, Permataku

Satu moment di satu hari